Jumat, 10 Juni 2016

Makalah Ulumul Qur'an II,



TAFSIR,TA’WIL, TARJAMAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ulumul Qur’an II
Dosen Pengampu : H. Ulin Ni’am Masruri Lc.M.S.i

Disusun Oleh :
1.      Rahayu Sutiyoko Ningrum        (1504026097)
2.      Nizza Masthuti              (1504026120) 

FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2016




BAB 1
PENDAHALUAN
A.     LATAR BELAKANG
Pada zaman sekarang ini, banyak ditemukannya kesalahan-kesalahan dalam tafsir Al-quran, baik itu di dalam buku maupun pendapat-pendapat dari orang-orang yang kurang paham dengan ilmu Al-quran, padahal yang kita ketahui bahwa dalam menafsirkan ayat-ayat Allah yaitu Al-quran, tidak boleh menafsirkan sesuka hati, karena ada tata cara dan undang-undangnya dalam menafsirkan Al-quran. Dalam ilmu sains saja, untuk menafsirkan berat udara yang ada di dalam balon perlu diadakan penelitian dan banyak percobaan.Apalagi dalam menafsirkan Alquran yang merupakan pes an Allah (risalahIllahi) yang diturunkan kepada kekasih-Nya, nabi Muhammad SAW perlu adanya kemampuan yang lebih untuk menafsirkan Al-quran.
Untuk menghindari kesalahan dalam penafsiran Al-quran, kita sebagai mahasiswa yang tidak memiliki kemampuan dan ahli dalam menafsirkan Alquran, disini akan kita kupas sedikit mengenai ilmu tafsir.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian Tafsir, Takwil, Tarjamah?
2.      Macam-macam Tafsir?
3.      Apa perbedaan Tafsir, Takwil, Tarjamah?
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Tafsir,Ta’wil dan Tarjamah
1.      Pengertian Tafsir
Secara Etimologi kata tafsir dalam bahsa Arab berarti al-idlah (penjelasan) atau al-tabyin (keterangan). Kata tafsir berasal dari akar kata al-fasr kemudian di ubah bentuk taf’il yaitu menjadi kata al-tafsir. Kata al-fasr berarti menyingkap sesuatu yang tertutup, sedangkan kata al-tafsir berarti menyingkapkan sesuatu makna atau maksud lafal yang pelik.[1]
Sebagian Ulama’ ada yang mengatakan, bahwa kata Tafsir adalah kata kerja terbalik dari kata shafara yang juga dapat berarti menyingkapkan. Pembentukan kata dari al-fashr menjadi bentuk al-tafsir adalah untuk menunjukkan arti tafsir (banyak, sering berbuat). Menurut Ar-Raghib Al- Ashfahaniy, sebagai mana dikutip Ahmad syadali dan Ahmad Rafi’i,bahwa kata al-fashr atau al-safr adalah dua kata yang berdekatan makna dan lafal nya. Yang pertama menunjukkan arti mendzahirkan (menampakkan) makna yang abstrak (ma’qul), sedangkan yang ke dua untuk menunjukkan arti secara riil yang langsung tampak pada penglihatan.[2]
Kata tafsir dalam al-Qur’an diungkapkan pada satu surah dan hanya terdapat pada satu ayat, dimana kata tersebut dalam ayat itu berarti al-idlah atau al-bayyan (penjelasan). Ayat yang di maksud:
ولايأتونك بمثل اجئناك بالخق وأحسن تفسيرا (الفرقان)
Tidaklah (orang-orang kafir itu) datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil,melainkan kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya. Q.S (al-Furqon:33).
Kata tafsir dalam islam secara khusus menunjuk kepada masalah penafsiran atau penjelasan mengenai ayat-ayat al-Quran.Sehubungan dengan itu,berikut akan dikemukakan pengertian tafsir secara terminologi.




Menurut Abu hayyan seperti dikemukakan oleh Manna’ al-Qaththan, mengemukakan :
التفسير: علم يبحث فيه عن كيفية النطق بالآلفاظ القران ومدلولاتهاوأحكامهاالأفرادية والتركيبية ومعانيهاالتى تحمل عليهاحالةالتركيبوتتمالدالك
Tafsir:Ilmu yang membahas mengenai tatacara pengucapan lafal-lafal al-Quran, petunjuk-petunjuk nya, hukum-hukumnya baik ketika berdiri sendiri maupun ketika tersusun dan makna-makna yang di inginkan atas nya ketika dalam keadaan tersusun serta hal-hal  lain yang melengkapi nya.[3]
2.      Pengertian Takwil
     Secara Etimologi, menurut sebagian ulama’, kata ta’wil memiliki makna yang sama dengan kata tafsir, yakni “menerangkan” dan “menjelaskan”.[4] Ta’wil berasal dari kata “aul”. Kata tersebut dapat berarti pertama, al-ruju’ (kembali, mengembalikan) yakni, mengembalikan makna pada proporsi yang sesungguhnya. Kedua, al-sharf (memalingkan) yakni memalingkan suatu lafal yang mempunyai sifat khusus dari makna lahir kepada makna batin lafal itu sendiri karena ada ketepatan atau kecocokan dan keserasian dengan maaksut yang dituju.ketiga al-siyasah (mensiasati) yakni, bahwa lafal-lafal atau kalimat-kalimat tertentu yang mempunyai sifat khusus memerlukan “siasat” yang tepat untuk menemukan makna yang dimaksud. Untuk itu diperlukan ilmu yang lauas dan mendalam.
       Selanjutnya pemaknaan ta’wil menurut Terminologi dapat dikemukakan sebagai berikut:
Ta’wil ialah memalingkan lafal dari maknanya yang tersurat kepada makna lain (batin) yang dimiliki lafal itu,jika makna lain tersebut dipandang sesuai dengan ketentusn al-Qur’an dan al-sunnah.[5]
Jadi, menta’wilkan ayat-ayat al-Qur’an berarti “membelokkan” dan “memalingkan” lafal-lafal atau ayat-ayat al-Qur’an dari maknanya yang tersurat kepada yang tersirat dengan maksut mencari makna yang sesuai dengan ruh al-Qur’an dan sunah Rasulullah SAW.
       Dalam al-Qur’an banyak dijumpai lafal-lafal yang memiliki makna tersirat disamping tersurat dan pemahamannya bila tidak menggunakan “siasat” untuk menentukan makna yang sejalan dengan ketentuan nash yang qath’i, maka akan terjadi kekeliruan. Makna lahir (tersurat) dan makna batin (tersirat) disebut juga dengan makna qarib dan makna ba’id.
3.      Pengertian Tarjamah
      Kata tarjamah dalam bahasa Arab meliputi berbagai makna,bahkan pengertian kata yang satu ini, seringkali tergantung pada situasi dimana kata itu diucapkan. Oleh karena itu pengertian-pengertian yang dapat dijangkau secara Etimologi oleh kata tarjamah antara lain:
a.       تبليغ الكل م لمن لم يبلغه “menyampaikan pembicaraan kepada orang yang belum pernah menerimannya”. Jadi pengertian nya disini adalah menyampaikaan dan membumikan ajaran al-Qur’an kepada manusia yang belum pernah menerimanya. Termasuk kedalam pengertian ini adalah menerjemahkan ajaran al-Qur’an. Penggunaan kata tarjamah dalam pengertian yang demikian itu dapat disimak dalam ungkapan berikut ini:
أن ا لثما نين و بلغتها قدأ حو جت سمعى إلى تر جما ن
Dalam usia yang telah mencapai delapan puluh tahun,terkadang aku ingin mendengarkan sesuatu yang belum pernah aku dengar.[6]
b.      تفسير ا لكلم بلغته التى جاء بها “menjelaskan  suatu kalam dengan menggunakan bahasa kalam itu sendiri”.Maka menafsirkan al-Qur’an dengan menggunakan bahasa al-Qur’an,dalam hal ini bahasa “Arab” masih termasuk kategori menterjemahkan al-Qur’an.
c.       تفسير الكل م بلغة غير لغته “Menjelaskan kalam dengan menggunakan bahasa selain bahasa kalam itu”. Ini berarti,bahwa menafsirkan atau menjelaskan ajaraan al-Qur’an ke dalam berbagai bahasa selain bahasa Arab,termasuk kedalam kategori menerjemhkan al-Qur’an.
d.      نقل اللا م من لغة إلى آخر ى  “ mengalihkan (bahasa) kalam dari satu bahasa ke bahasa yang lain”,atau dengan ungkapan lain,’alih bahasa’
Beberapa pengertian di atas, pada intinya mengandung arti penjelasan, kata tarjamah dapat diperluas untuk setiap ungkapan yang membutuhkan penjelasan bahasa itu sendiri.


Secara terminologi pengertian tarjamah dapat dibagi menjadi dua yaitu: Tarjamah harfiah dan Tarjamah tafsiriyah.
Pertama : Tarjamah harfiah, sebagaimana dapat dilihat dalam penjelasan di bawah ini. Menurut Manna’ Khalil al-Qaththan,tarjamah harfiah ialah:
نقل الفا ظ من لغة إلى نظا ئر ها من اللغة الأ خرى بحيث يكون النظم موافقا للنظم والتر تيب موافقاللتريب Memudahkan kata-kata dari suatu bahasa yang sinonim dengan bahasa yang lain, di mana susunan kata yang ditarjamahkan sesuai dengan susunan kata yang menarjamahkan, demikian juga susunan bahasa yang ditarjamahkan selaras dengan susunan bahasa yang menarjamahkan.[7]
Kedua : Tarjamah tafsiriyah
Menurut  Husain al-Dzahabiy mendefinisikan :
أماالترجمة التفسيريةأوالمعنويةفهي : شرح الكلام وبيان معناه بلغة أخرىبدون مراعاه لنظم الأصل وترتيبة وبدون المحافظة على جميع معانيةالمردة منه
Tarjamah Tafsiriah ialah: menjelaskan perkataan dan menerangkan maknanya dengan bahasaa yang lain, tanpa memperhatikan ( mempertimbangkan) tartib dan susunan bahasa aslinya, serta  tanpa terikat sepenuhnya pada semua makna yang dimaksudkannya.
B.     Macam-macam Tafsir
Tafsir di bagi menjadi dua:
a.       Tafsir bil ma’tsur
      Tafsir bi al-ma’tsur adalah cara menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an yang bersumber dari nash-nash, baik nash al-Qur’an, sunnah Rasulullah SAW, pendapat (aqwal) sahabat, ataupun perkataan (aqwal) tabi’in. Dengan kata lain yang dimaksud dengan tafsir bi al-ma’tsur adalah cara menafsirkan ayat al-Qur’an dengan ayat al-Qur’an, menafsirkan ayat Al Qur’an dengan sunnah, menafsirkan ayat al-Qur’an dengan pendapat para sahabat, atau menafsirkan ayat al-Qur’an dengan perkataan para tabi’in.




b.      Tafsir bi al-ra’yi
      Tafsir bi al-ra’yi adalah tafsir yang di dalam nya menjelaskan makna mufassir hanya berpegang pada pemahaman sendiri dan penyimpulan (istinbat) yang di dasarkan pada ra’yu semata.
      Tafsir yang demikian bila berpegang pada sandaran yang benar maka ia dapat diterima dan terpuji,tetapi jika menyalahi ketentuan maka ia harus ditolak.oleh karena itu yang dimaksut dengan ra’yu dalam batasan pengertian diatas bukanlah dalam pengertian ra’yu semata-mata atau berdasarkan”keinginan” dan selera sang mufassir tanpa alasan yang benar tetapi yang di maksut dengan tafsir bi al-ra’yi di sini adalah mereka yang benar-benar berpegang pada ketentuan  dan kaidah bahasa Arab yang benar. Karena itu seorang ahli bahasa, ahli nahwu, ahli hukum fiqh) yang menafsirkan al-Qur’an sesuai dengan disiplin dan keahliannya masing-masing tidaklah termasuk kedalam kategori menafsirkan al-qur’an berdasarkan “keinginan” dan selera sang mufassir.[8]
Atas dasar hal-hal yang dikemukakan di atas tafsir bi al-ra’yi dapat dibagi menjadi dua, yaitu. Tafsir bi-al ra’yi al-mahmud dan Tafsir bi al-ra’yi al-madzhum.
Yang dimaksud dengan tafsir bi al-ra’yi al-mahmud ialah tafsir yang sejalan atau sesuai dengan ketentuan syari’ (pembuat syara, yaitu Allah), terhindar dari membodohi dan kesesatan, sesuai dengan ketentuan atau kaidah-kaidah bahasa arab, selalu memegang teguh aturan-aturan di dalam memahami teks-teks al-qur’an al-karim. Dan yang dimaksud dengan tafsir bi al-ra’yi al-madzmum ialah tafsir yang dilakukan tanpa didasari seperangkat ilmu yang di gunakan untuk itu, menafsirkan al-Qur’an semata-mata berdasarkan selera atau keinginan penafsir sendiri atau melakukan penafsiran dalam rangka membela madzhabnya, menyebarkan bid’ah yang sesat, tidak memahami kaidah-kaidah dan aturan-aturan bahasa Arab dan syari’ah secara baik dan benar, serta memutuskan secara pasti bahwa penafsirannya itulah yang dikehendaki oleh Allah. 



    


C.     Perbedaan Tafsir, Takwil, dan Tarjamah
a.       Perbedaan Tafsir dengan Ta’wil
Yang dimaksud denga perbedaan disini bukanlah perbedaan dalam arti paradoksal, melainkan perbedaan dilihat dari segi spesifikasinya masing-masing dan perbedaan dari segi sifat-sifat keduanya. Namun demikian, para ulama’ berbeda pendapat dalam hal memahami perbedaan yang dilihat dari segi sifat-sifat dan spesifikasi tersebut.
Menurut al-Raghib al-ashfahaniy sebagaimana di kutip oleh Hasbi al-Shiddieqiy tafsir lebih umum dari pada ta’wil. Tafsir lebih banyak pemakainnya dalam lafal-lafal dan leksikologi ( mufradat-nya ), sedangkan ta’wil lebih banyak digunakan pada makna – makna dan susunan kalimat.[9]
Untuk lebih jelasnya, secara singkat mengenai perbedaan tafsir dan ta’wil tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.
No
Tafsir
Ta’wil
1.       
Pemakainnya banyak terdapat pada lafal-lafal dan leksikologi (mufradat).
Penggunaanya lebih banyak pada makna-makna dan susunan kalimat.
2.
Jelas diterangkan dalam al-Qur’an dalam hadits-hadits shahih.
Kebanyakan diistimbatkan oleh para ulama’.
3.
Banyak berhubungan dengan riwayat.
Lebih banyak berhubungan dengan dirayah (nalar,aqliy)
4.
Digunakan dalam ayat-ayat mukhamat (jelas, terang).
Digunakan dalam ayat-ayat mutasyibihat ( samar,tidak jelas)
5.
Bersifat menerangkan petunjuk yang dikehendaki.
Menerangkan hakikat yang dikehendaki.

b.      Perbedaan Tafsir dengan Tarjamah
Tarjamah, baik harfiah maupun tafsiriyah bukanlah atau tidaklah sama dengan tafsir. Atau dengan kata lain, tarjamah tidaklah identik dengan tafsir. Tidak sedikit orang menggangap, bahwa tarjamah tafsiriyah itu tidak berbeda dengan tafsir, baik yang dikemas dalam bahasa Arab maupun bahasa non-Arab. Persoalan ini, memang bukanlah masalah baru, tetapi sudah menjadi perdebatan dan perselisihan sejak awal.
Tafsir dengan tarjamah tafsiriyah terdapat unsur persamaan dan perbedaan.
Perbedaan-perbedaan yang dimaksud antara lain adalah :
1.      Bahasa tafsir dalam prakteknya selalu keterkaitan dengan bahasa aslinya.
2.      Bahwa dalam bahasa tafsir yang diutamakan adalah menyampaikan penjelasan dan pesan dari bahasa aslinya ynag pertama.
3.      Dalam bahasa tafsir yang menjadi pokok perhatian adalah tercapainya penjelasan tepat sasaran baik secara global maupun secara terinci.


















BAB III
PENUTUP
Dalam mempelajari ilmu Alqur’an kita juga harus memahami tentang tafsir, takwil, dan terjemah. Tafsir adalah penjelas tentang arti atau maksud firman-firman Allah, Tafsir secara lughah (bahasa) yang mengikuti wazan “taf’il”, berasal dari akar kata al-fasr yang berarti menjelaskan, menyingkap, dan menampakkan atau menerangkan makna yang abstrak. Takwil Arti kata takwil menurut lughat berarti menerangkan, menjelaskan, kata takwil diambil dari kata awwala - yu awwilu – takwilan – takwilatan.  menurut lughat adalah ar-ruju’ ila al ashl  (kembali pada pokoknya). Arti terjemah menurut bahasa adalah “salinan dari sesuatu bahasa ke bahasa lain .” Atau berarti mengganti, menyalin memindahkan kalimat dari suatu bahasa ke bahasa lain. Ta’wil dan tafsir memiliki satu arti. Keduanya merupakan sinonim (muradif) sehingga yang satu dengan yang lain digunakan untuk pengertian yang sama menurut pendapat sebagian ulama’.













DAFTAR PUSTAKA
al-Shabuniy Muhammad Ali,al-Tibyan fi Ulum al-Qur’an (Beirut:Dar al-Irsyad,1970),h.73
Ahmad Syadali  & Ahmad Rofi’i, Ulumul Qur’an II, (Bandung: Pustaka Setia,1997)h,51
Al-Raghib al-Ashfahaniy, Muqaddimat al-Tafsir,(Kairo:Dar al-Kutub al-Arabiyyah,t.th)h.402
Manna’ al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, (Beirut:al-Syirkah al-Muttahidah li al-Tauzi,1973)h,324
Rifa’at Syauqi Nawawi & M. Ali Hasan, Pengantar Ilmu Tafsir,(Jakarta:Bulan Bintang,1988)h,144







[1] Muhammad Ali al-Shabuniy,al-Tibyan fi Ulum al-Qur’an (Beirut:Dar al-Irsyad,1970),h.73
[2] Ahmad Syadali  & Ahmad Rofi’i, Ulumul Qur’an II, (Bandung: Pustaka Setia,1997)h,51
[3] Manna’ al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, (Beirut:al-Syirkah al-Muttahidah li al-Tauzi,1973)h,324
[4] Muhammad Ali al-Shabuniy, op.cit,h.74
[5] Rifa’at Syauqi Nawawi & M. Ali Hasan, Pengantar Ilmu Tafsir, (Jakarta:Bulan Bintang,1988)h,144
[6] Rifa’at Syauqi Nawawi & M. Ali Hasan,op.cit,h.169
[7] Manna al-Qaththan,op.cit,h.313
[8] Rifa’at Syauqi Nawawi & M. Ali Hasan,op.cit.h.155
[9] Al-Raghib al-Ashfahaniy, Muqaddimat al-Tafsir, (Kairo: Dar al-Kutub al-Arabiyyah,t.th)h.402


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar